DI POJOK KOTA RANTAU

Hasil gambar untuk lawang sewu

Masih kuat saja, kau merantau Nang?. Tanya nya seorang penjual pecel kepada salahsatu pelanggannya, yaitu seorang mahasiswa yang baru saja lulus sarjana, sebut saja mas Ikhwan, sapaan kerennya.

Sudahkah kau lebih baik  dengan merantau, meninggalkan tanah kelahiranmu?
Dia hanya diam seribu kata, tidak ada yang bisa Ia jawab untuk saat ini, karena keadaan hati dan perasaannya yang benar-benar sedang bimbang, namun Ia tetap dapat melahap pecel yang ada di depannya, seolah-olah Ia tidak pernah makan selama  tiga hari.
Seperti biasa, Ikhwan selalu menyempatkan waktunya untuk istirahat di Masjid dekat kampus, karena jarak kos dan kampus Ikhwan sangat jauh, sekitar tiga  kilo meter, jarak tersebut tidak memungkinkan Ikhwan untuk berjalan kaki kembali ke kos guna menunggu kantor Bank sekitar kampus itu buka kembali setelah pukul 13.00.

Kabar burung Ia adalah anak yang rajin, ulet, namun sedikit minder, karena keadaan ekonomi keluarganya yang bukan dari golongan berdarah biru, Ikhwan adalah anak ketiga dari lima bersaudara. Kakak pertamanya laki-laki sudah berkeluarga, kakak keduanya perempuan yang tiga bulan lagi akan menikah. Tinggalah dua adiknya yang masih menjaadi tanggung jawab orangtuanya dan sebagai seorang kakak harapan satu-satunya yang belum berkeluarga.
Sebenarnya Ikhwan bukan orang yang muluk-muluk keingininnya, ikhkwan juga memikirkan nasib keluarganya, ikhwan merasa berasa bersalah kepada kedua orangtuanya, karena ikhwan adalah anak pertama dari orangtuanya yang kuliah di luar kota, walaupun Ia juga mendapatkan beasiswa dari negera, tetap saja Ia yang paling banyak dapat kiriman dari orangtuanya di kampung, dan itu membuat iri para saudara-saudara yang lain, terutama adik-adiknya yang belum mengerti kebutuhuan orang dewasa.
Hampir tiap tiga bulan sekali. Setelah  Ia mendapatkan pekerjaan di perantauan, Ia selalu sempatkan  pulang ke kampung halaman. Sebuah dambaan bagi anak perantauan, apalagi mahasiswa yang masih kekanak-kanankan menikmati weekend di tanah kelahiran merupakan kesejahteraan. Mengapa?? Sejahtera ,, ya karena sebagian besar mereka akan meluapkan segala kerinduannya terhadap keluarganya, apalagi masakan Ibu tercinta dirumah. Entah itu hanya tempe goreng, dan sambel terong yang di taburi ebi goreng. Bagi mereka mahasiswa yang tidak bisa pulang akan merasakan kerinduan yang amat terdalam.

Namun kepulangan Ihwan kekampunh halaman setelah Ia lulus kemarin sedikit berbeda, darsebelumnya Ia menjadi mahasiswa.  Apalagi Ikhwan orang desa yang sebagian besar masyarakatnya sangat menjunjung tinggi adat kebiasaan. Adat mulai tidak acuh-tak acuh, atau adat yang suka ingin tahu urusan orang lain, misalnya.
Mungkin sebagian orang sudah kebal dengan pertanyaan-pertanyaan tetangga yang semacam ini?
“wah uda lulus ya? Tambah ngguanteng kamu Nang?
 Uda punya cewek ya? Sekarang sudah kerja di luar kota ya ?
Kapan nih, ngenalin calonnya ke keluarga?

CERBUNG....................BERSAMBUNG..................................

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Surat Cinta Tukang Buah dan Tukang Sayur (Jenis Teks Anekdot)

Contoh Humor